Kamis, 29 Januari 2009

Yang Kita Kehendaki

Tema: “Yang Kita kehendaki”

“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.”

Saudara..! Berdasarkan Filipi 3:10, ada beberapa hal yang dikehendaki oleh Paulus pada masa hidupnya. Yang pertama yaitu: “mengenal Dia (gnonai auton) atau mengenal Kristus.” Yang di maksudkan mengenal di sini, bukan mengenal secara intelektualitas tetapi mengenal dalam arti mempunyai relasi yang erat dengan Kristus atau berada dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan Yesus. Sedangkan yang kedua, yang di kehendaki oleh Paulus yaitu “mengenal kuasa (dunamis) kebangkitan Kristus.” Yaitu kuasa yang Kristus nyatakan dalam kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Kuasa yang dipakai oleh Kristus untuk memerintah dan merubah hidup manusia yaitu pengampunan dosa (1 Kor 15:7), dan kuasa penciptaan hidup yang baru (Rom 6:4). Kuasa ini telah dialami oleh Paulus. Oleh kuasa ini hidupnya berubah, hidupnya menjadi lain dari pada hidupnya yang dahulu. Itu tidak berarti bahwa hidupnya yang sekarang ini lebih senang dan indah dari pada hidupnya yang dahulu, malahan sebaliknya yaitu mengenal Dia dan persekutuan dalam penderitaan-Nya. Persekutuan dengan Kristus bukan saja membawa/menghasilkan pengampunan dosa dan kehidupan yang baru. Persekutuan ini merupakan partisipasi/pengambilan bagian atau turut serta dalam dalam penderitaan Kristus (2 Kor 1:15), sehingga orang yang berbuat demikian turut menderita dengan Dia, bukan karena kehendaknya sendiri, tetapi karena kehendak Dia dan bukan untuk memenuhi penderitaan-penebusan-Nya, tetapi untuk turut menanggung yang Kristus tanggung di dalam orang itu (Kol 1:24). Dengan penderitaan ini ia menjadi serupa dengan Dia dalam kebangkitan-Nya. Dengan kata lain serupa di sini ialah turut serta dalam penderitaan Kristus. Dua hal ini yang di kehendaki oleh Paulus di dalam hidupnya. Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana dengan Anda, apa yang Anda kehendaki di dalam kehidupan Anda? Kita seringkali menghendaki adanya harta kekayaan yang banyak, memiliki popularitas hidup, karier atau jabatan yang tinggi, isteri atau suami yang tampan. Itu tidak salah, tetapi semua itu, tanpa pengenalan akan Kristus menjadi sia-sia. Kalau kita memperhatikan ayat-ayat sebelum Filipi 3:10, Paulus memiliki semua itu (ayat 5—6), tetapi hal itu dianggap sampah olehnya. Kenapa? Karena pengenalan akan Kristus, persekutuan yang intim dengan Kristus dianggap lebih penting dari semua itu. Dari sini kita diajar untuk memiliki pengenalan atau persekutuan yang intim dengan Kristus. Tuhan memberkati Anda.

Relasi

Tema: "Relasi”

“Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat dan diaken.” (Filipi 1:1-2)

Saudara yang dikasihi Tuhan, surat Filipi adalah salah satu surat yang di tulis oleh Paulus kepada jemaat di Filipi. Di dalam penulisan surat Filipi kepada jemaat di Filipi ini, ada hal yang menarik di mana Timotius di cantumkan atau di sertakan sebagai penulis kitab Filipi. Ini terlihat dengan adanya kalimat: “Dari Paulus dan Timotius.” Di sini Paulus menyebut Timotius sebagai teman penulis surat ini, tetapi kalau kita memperhatikan dari beberapa ayat dari surat Filipi yaitu Filipi 1:3, 12-14, 16-26; Filipi 2:2, 12, 16-30; Filipi 3:1, 4-14, 17-18 dan Filipi 4:1-3, 9-19, 21), di dalam ayat ini dengan jelas dijelaskan bahwa Paulus sendiri yang menulis surat kepada jemaat yang berada di Filipi. Yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa Paulus menyertakan Timotius di dalam penulisan suratnya kepada jemaat di Filipi? Untuk menjawab pertanyaan ini ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan yang pertama yaitu: pada waktu itu Timotius bersama-sama dengan Paulus. Ini dapat dilihat di dalam Filipi 2:19-23 yang tertulis demikian: “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu.” Sedangkan kemungkinan yang kedua, Paulus membicarakan isi surat ini dengan Timotius. Ini hanya beberapa kemungkinan. Tetapi yang pasti di dalam surat-surat yang lain-pun Paulus memakai cara yang sama yatiu Paulus selalu menyertakan rekan kerjanya dalam penulisan suratnya. Salah satunya ini dapat dilihat di dalam 1 dan 2 Tesalonika di mana Paulus menyebut Timotius dan Silvanus sebagai teman penulis dan dalam I Korintus Sosthenes, sekalipun mereka tidak turut menulis surat surat itu. Paulus menyebut mereka karena mereka merupakan rekan kerja. Dalam memberitakan Injil tidak di utus secara sendiri-sendiri, ia di utus bersama-sama dengan orang lain. Salah satunya ialah Timotius. Timotius telah bekerja bersama-sama dengan Paulus pada waktu jemaat ini didirikan (Kis 16:3, 19; Fil 2:22), sesudah itu Paulus beberapa kali mengunjunginya (Kis 19:22; 20:3-4; Fil 2:19, 23). Antara mereka terdapat suatu hubungan yang mesra, penuh dengan keakraban. Itulah yang menyebabkan Paulus menyebutnya dalam penulisan surat Filipi ini. Selain dari pada itu, dalam suratnya ini Paulus tidak menyebutkan jabatannya sebagai seorang rasul seperti yang di tulis dalam surat-suratnya yang lain. Hal ini dapat kita annggap sebagai bukti bahwa antara Paulus dan jemaat di Filipi terdapat suatu hubungan yang baik. Mereka mengenalnya dan mereka tahu, bahwa Paulus merupakan seorang rasul. Karena itu tidak perlu lagi Paulus mengemukakan hal itu kepada jemaat di Filipi. Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus dengan Timotius di dalam pelayanannya terjadi suatu keakraban dan kemesraan. Di sisi yang lain, Paulus sebagai seorang pembina sangat dekat dengan jemaat yang di layaninya secara khusus jemaat di Filipi.

Saudara yang dikasihi Tuhan, dari sini kita diajar bahwa sebagai seorang pelayan Tuhan harus memiliki relasi yang baik, akrab dengan rekan kerja kita. Dengan rekan kerja, kita diajak untuk selalu memotivasi, mendukung rekan kerja yang sama-sama berjuang melayani Tuhan. Kita perlu saling menghormati, menghargai antar rekan kerja pada saat kita melayani Tuhan. Relasi yang baik dengan rekan kerja dapat memberikan hasil yang maksimal di dalam melayani Tuhan. Di sisi yang lain tentu suasana kekeluargaan dalam masing-masing pribadi semakin erat di dalam melayani Tuhan. Dengan kesadaran seperti ini, maka kita semua sebagai seorang pelayan Tuhan di tuntut untuk saling hormat-menghormati, harga-menghargai antar rekan kerja. Namun sangat di sayangkan apabila pada masa kini, banyak diantara hamba-hamba Tuhan dengan rekan kerjanya atau rekan sepelayanannya tidak memiliki relasi yang baik. Sangat di sayangkan apabila seorang pelayanan Tuhan dengan rekan kerjanya tidak tercipta suatu hubungan yang harmonis. Hubungan yang tidak harmonis antar rekan kerja akan mengakibatkan dampak yang sangat merugikan di mana Anda melayani Tuhan. Relasi yang tidak baik dengan rekan kerja dalam suatu lembaga akan mengakibatkan kepincangan di dalam pelayan. Dengan adanya hal ini, kita sebagai seorang pelayan Tuhan di motivasi untuk memiliki hati yang saling menghasihi, menghormati, menghargai, tolong-menolong antar rekan kerja.

Saudara….!!! Jika ada diantara Anda sebagai seorang pelayan Tuhan yang tidak memiliki relasi yang baik, harapan saya mulai hari ini jalinlah relasi yang baik dengan rekan kerja Anda. Ingat Anda tidak dapat berjuang sendiri untuk mencapai maksud Allah yang kita idam-idamkan yaitu meraih jiwa sebanyak-banyaknya untuk kemuliaan Tuhan. Buanglah iri hati, perasaan untuk saling menjatuhkan dengan rekan kerja, buanglah pementingan diri sendiri, tetapi marilah kita berorientasi untuk memiki relasi yang baik antar pelayan Tuhan sehinga visi dan misi Tuhan dapat tercapai untuk kemulian-Nya. Di sisi yang lain, kita sebagai seorang pembina diajar untuk memiliki relasi yang baik bukan hanya dengan rekan kerja saja, tetapi kita diajar untuk memiliki relasi yang baik dengan jemaat/dengan orang-orang yang dilayani. Paulus sebagai seorang hamba Tuhan/sebagai seorang pembina telah memiliki relasi yang baik dengan jemaat di Filipi. Sepatutnyalah kita meniru/meneladani kehidupan Paulus. Di mana kita harus memiliki relasi yang baik dengan orang-orang yang dilayani. Seorang Pendeta harus memiliki relasi yang baik dengan jemaat yang dilayaninya. Sebagai seorang pembina harus memiliki relasi yang baik dengan orang yang di bina. Niscaya dengan adanya relasi yang baik ini, kebersamaan kita dengan orang-orang yang kita layani akan tercipta dengan baik. Pendengar yang dikasihi Tuhan, saya sering sekali menemukan di dalam pelayanan relasi antara pembina dengan orang yang di bina, antara hamba Tuhan atau pendeta atau gembala sidang dengan jematnya tidak tercipta relasi yang baik. Salah satu relasi yang tidak tercipta dengan baik, ini terlihat dengan adanya jemaat yang kurang terbuka dengan setiap persoalan dan pergumulannya kepada pendetanya. Banyak jemaat yang tidak mempercayai pendeta-pendetanya, ada kemungkinan dikarenakan karakter pendetanya yang kurang baik/kurang berkenan di hati jemaat. Saudara..!!! saya mengungkapkan hal ini bukan untuk menjelekan para pendeta atau para pembina rohani. Tidak sama sekali. Dengan adanya hal ini, saya mengajak kepada Anda sebagai seorang hamba Tuhan atau sebagai seorang pembina untuk mengoreksi sejauh mana relasi kita sebagai seorang pembina dengan orang yang di bina. Kalau terjadi relasi yang kurang baik antara kita dengan orang yang di layani niscaya pelayanan kita tidak akan maksimal, dan pelayanan kita tidak akan mencapai tujuan Allah yang sesungguhnya yaitu membawa setiap orang untuk mengenal Allah dengan baik. Oleh karena itu, marilah kita mulai hari ini kita menciptakan relasi yang baik dengan rekan sekerja kita. Marilah kita menciptakan relasi yang baik dengan orang-orang yang dilayani oleh kita. Tuhan memberkatimu.

Rabu, 28 Januari 2009

Humor: Email

E-mail


Jaman sekarang e-mail udah masuk kepelosok desa, ini ceritanya:

Tukijo, tukang kayu dari daerah pegunungan Wonosobo suatu hari dapat kerjaan bikin meubel di hotel di Yogyakarta. Dia berangkat duluan dianter bininya Tugiyem ke stasiun bis, dengan janji besoknya bininya bakal nyusul.

Sesampainya di Yogya dia lantas segera kirim e-mail sama bininya.

Di lain tempat namun masih di Wonosobo, Rugiyem seorang istri yang sedang berduka baru saja mengantarkan jenazah suaminya Paijo kepemakaman. Selesai dari pemakaman dia langsung pulang kerumah, lantas dia buru-buru buka e-mail, untuk cek berita berita dar sanak keluarga.

Begitu dia buka e-mail, dia menjerit lalu pingsan……anaknya heran, lalu ikut baca emailnya, lalu ikut menjerit…
Sebenarnya, penyebabnya itu si Tukijo yang salah pijit tombol, kirim email ke isterinya mustinya tugiyem@wonosobo.co.id jadinya rugiyem@wonosono.co.id maklum jarinya tukang kayu segede jempol, T dengan R kan dempetan. Mau tahu isnya bikin keluarga rugiyem histeris

Isi emailnya:
Yem isteriku tercinta,
Terimakasih banget ya, udah nganterin aku tadi pagi, Aku sudah sampai dengan selamat, di sini di terima baik-baik. Aku senang sekali karena banyak teman lama yang sudah duluan sampai. Katanya kamu akan nyusul besok, namamu aku sudah daftarin di sini, aku tunggu ya supaya kita berdua bersama di sini, oh ya ternyata di sini lumayan panasnya.

Salam kangen
suamimu Ijo// S:rajawali

Cerpen: "Cinta"

Cinta!!!
Alkisah di suatu pulau kecil, tinggalah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.

Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tida dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.

Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. Aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan, “perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini. Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

^^^Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.. “Kegembiraan! Tolong aku!” teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karean ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

^^^Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan. Kecantikan! Bawalah aku bersamamu! Teriak Cinta. “Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.” Sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak.

^^^Saat itu telatlah Kesedihan. “Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

^^^Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik keperahuku!” cinta menoleh kearah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Dipulau terdekat orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.

^^^Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menenyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.” Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu.” Kata orang itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan tema-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” Tanya Cinta heran. “Sebab,” kata orang itu, “hanya Waktu-lah yang tahu berapa nila sesungguhnya dari Cinta itu..”


Tema: “Pekerjaan adalah Pelayanan”

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
(Kolose 3:23)

Harus diakui bahwa orang-orang Yahudi menimbulkan banyak keheranan bagi banyak kalangan. Tak sedikit orang Yahudi menjadi konglomerat di banyak negara. Mereka diakui sebagai orang yang cerdas, berpikir maju, disiplin, dan profesional dalam bekerja. Meski Israel mengalami konflik secara terus-menerus (seperti kita tahu bahwa perang menyedot sedemikian banyak dana), ekonomi mereka tetap stabil. Mengapa kebanyakan orang Yahudi memiliki kehidupan yang mapan, bahkan menjadi sangat kaya di sejumlah negara? Apakah karena mereka umat pilihan Allah? Barangkali ya, tapi ada faktor lain yang lebih menonjol yaitu cara pandang mereka tentang pekerjaan itu sendiri.

Orang-orang Yahudi selalu memandang bahwa pekerjaannya adalah pelayanannya kepada Yahweh. Pekerjaan yang mereka geluti adalah panggilan Allah. Misalnya mereka yang membangun rumah, mulai dari mengaduk semen, mengangkat batu, mendirikan tembok dan sebagainya. Kita menyebut mereka tukang bangunan atau pekerja bangunan. Di Israel mereka di sebut aneshe melakah. Melakah sama dengan malak yang memiliki arti: “utusan atau pesuruh Allah.” Jadi seorang tukang bangunan pun adalah pesuruh Allah.

Mereka benar-benar tahu apa yang dimaksud “melakukan segala sesuatu seolah-olah untuk Allah.” Itu sebabnya mereka sedemikian profesional dan bertanggung jawab dalam bekerja, karena mereka sedang melakukan itu untuk Bos di atas segala bos. Seandainya setiap orang Kristen memiliki cara pandang bahwa pekerjaannya adalah pelayanannya kepada Tuhan, maka tidak ada lagi orang Kristen yang bermalas-malasan, tidak bertanggung jawab, lamban, tidak dapat di percaya dan sikap-sikap buruk lainnya dalam bekerja. Apapun jenis pekerjaan kita, itu adalah panggilan Tuhan yang perlu kita responi dengan sungguh-sungguh. Sekarang kita tahu bahwa panggilan Tuhan tidak hanya terbatas pada pekerjaan di gereja atau dalam pelayanan saja. Beternak, berdagang, bertani, menjadi profesioal dan jenis pekerjsaan apapun adalah panggilan Tuhan yang sama pentingnya dengan pelayanan di gereja. Tuhan memberkati Anda

Belajar Firman Allah

Tema: “Mempersembahkan Tubuh”
(Roma 12:1-2)
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, kitab Roma ditulis oleh Paulus di Korintus pada perjalanan misi yang ketiga (15:25). Yaitu menjelang awal musim pelayaran di wilayah Laut Tengah, pada akhir musim dingin. Paulus menulis surat Roma dengan tujuan yaitu meminta dukungan keuangan dan penyediaan sarana dalam rangka perjalanan menuju ke Spanyol. Di samping itu juga Paulus memiliki tujuan untuk meredakan perselisihan yang terjadi dalam jemaat di Roma.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat 1-2, saya akan membagi menjadi beberapa bagian yaitu pertama: “Nasihat Paulus didasarkan atas kemurahan Allah.” Yang kedua: “Isi dari nasihat Paulus yaitu “jemaat Roma harus mempersembahkan tubuh mereka kepada Tuhan.” Yang ketiga yaitu “keadaan persembahan: hidup, kudus, berkenan kepada Allah.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, kita akan melihat yang pertama yaitu: “nasihat Paulus yang didasarkan atas kemurahan Allah.” Kata “menasihatkan” dalam bahasa Yunaninya parakalein. Kata ini memiliki beberapa pengertian yaitu: “memohon” (2 Kor 12:8); “mendorong untuk bertobat” (Kis 2:40), “menasihatkan” (1 Kor 1:10; Rm 12:8); dan “menghibur” (2 Kor 1:4, 6).” Paulus menasihati, memohon atau mendorong jemaat yang berada di Roma atas nama Tuhan, hal itu menyatakan pemeliharaan Tuhan atas jemaat yang berada di Roma. Paulus menasihati jemaat yang berada di Roma berdasarkan kemurahan Tuhan. Isi nasihat Paulus yaitu supaya jemaat di Roma dapat mempersembahkan tubuh mereka kepada Tuhan. Ini dapat dilihat dengan adanya pernyataan: “supaya kamu mempersembahkan tubuhmu.” Kata “mempersembahkan” dalam bahasa Yunani paristanai yang merupakan istilah peribadatan dari lingkungan bait Allah: mempersembahkan (kurban). Hal itu ditegaskan oleh pemakaian “persembahan” (kurban). Jadi yang di maksud “mempersembahkan tubuh” yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah. Saudara yang dikasihi Tuhan, yang kedua yaitu objek persembahan yaitu tubuh. Yang di maksud dengan “tubuh” di sini bukan berarti tubuh kita dibunuh, disiksa supaya bertambah suci. Tetapi yang dimaksud di sini yaitu “tubuh” merupakan kehadiran kita di tengah-tengah dunia ini. Tubuh itu menyangkut pikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Jadi yang dimaksud oleh Paulus dengan “mempersembahkan tubuh” di sini yaitu seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan, pokoknya seluruh kemampuan dan kegiatan kita harus dipersembahkan kepada Tuhan. Kata “mempersembahkan tubuh” berarti penyerahan secara total dalam hidup kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita tidak dapat menyisihkan sebagian untuk dipegang sendiri atau diserahkan kepada pihak lain (Bnd Kis 5:1). Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Perjanjian Lama, secara khusus di dalam kitab Imamat setiap korban yang dipersembahkan kepada Allah harus sempurna dan tidak bercacat cela. Dalam kehidupan jemaat di Roma pada waktu itu selain tubuh tidak ada kurban lain yang harus dipersembahkan, karena Allah sendiri telah menyediakan kurban yang mencegah murka-Nya yaitu Kristus. Dan kurban itu, yaitu kematian Kristus di kayu salib sudah cukup menggantikan kurban kita kepada Allah untuk selama-lamanya. Dengan kata lain persembahan kurban sembelihan tidak diperlukan lagi pada zaman sekarang ini. Di sini bukan pemberian kita yang Tuhan kehendaki, tetapi Allah menghendaki kita sendiri sebagai persembahan yang hidup. Saudara yang dikasihi Tuhan, kata “hidup” bukan berarti karena kita adalah hidup, ini bertentangan dengan hewan sebagai kurban yang dipersembahkan kepada Allah. Tetapi kata “hidup” di sini artiya “memiliki hidup yang baru” di mana hidup yang baru itu dibangkitkan oleh Roh Kudus (Rom 8:11). Dan karena hidup orang percaya hidup bagi Allah, mereka telah mati bagi dosa (6:11). Jadi persembahan yang hidup adalah penyerahan diri kita untuk menempuh kehidupan baru, yang menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa itu. Keadaan yang kedua yaitu persembahan harus “kudus,” tubuh yang kita miliki bukan lagi milik kita sendiri. Sebab mempersembahkan kurban berarti kurban itu menjadi miliki Allah. Mempersembahkan tubuh berarti tubuh itu adalah milik Allah. Kata “kudus” memiliki arti “suci” kekudusan atau kesucian bukan bahan jadi yang kita peroleh dan untuk seterusnya kita miliki. Paulus memakai kata “kudus” dalam bahasa Yunaninya yaitu hagiasmos dari akar kata hagios yang artinya “pengudusan” (Rom 6:19, 22). Di sini dituntut untuk berusaha terus-menerus untuk hidup semakin sesuai dengan kehendak Allah yang menjadi pemilik-Nya. Dengan demikian persembahan tubuh kita menjadi persembahan yang berkenan kepada Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, aplikasi bagi kita dari ayat 1 yaitu kita sebagai orang percaya kepada Yesus, harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah. Di mana dalam mempersembahkan tubuh kita, harus dilakukan secara total kepada Allah baik menyangkut pikiran, perasaan, kehendak dan perbuatan kita. Kita harus mempersembahkan tubuh kita dengan sempurna, tidak bercacat cela dihadapan Allah. Kita juga harus menempuh kehidupan yang baru yaitu menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa di dalam hidup kita. Pertanyaannya bagi kita, sudahkah kita mempersembahkan tubuh kita kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, tak bercacat cela atau kudus dan yang sempurna? Allah selalu menginginkan diri kita untuk mengabdi kepada Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan raga kita. Allah menginginkan supaya kita mengabdi kepada-Nya dengan tubuh yang sempurna, tidak bercacat cela dengan dosa. Allah menginginkan supaya kita secara total menyerahkan hidup kita kepada-Nya. Dengan demikian hal itu disebut sebagai ibadah yang sejati dihadapan Allah. Oleh karena itu di dalam hidup kita sebagai anak-anak Allah harus berusaha untuk mempersembahkan tubuh kita dengan cara mengabdi kepada Allah tanpa cacat cela dengan dosa. Saudara yang dikasihi Tuhan, dengan adanya hal ini hidup kita menjadi berkenan dihadapan Allah. 2 Korintus 5:9 berkata demikian: “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.” Kata “itu ibadahmu yang sejati” dalam bahasa Yunani logike latreia. Kata “ibadah” dalam bahasa Yunaninya latreia yang berarti “pengabdian” dapat dihubungkan dengan ibadah. Dalam bahasa Ibrani yaitu abodah artinya “ibadah.” Maka apa yang dikatakan Paulus berarti itu berasal dari Perjanjian Lama. Ibadah di sini berarti dalam arti khusus yaitu ibadah di dalam bait Allah yang tak dapat dilepaskan dari ibadah umum yaitu “ketaatan dalam seluruh kehidupan.” Dalam Perjanjian Lama, ibadah dalam bait Allah merupakan titik pusat ibadah dalam arti umum, yaitu ketaatan kepada perintah-perintah dalam arti umum yaitu ketaatan kepada perintah-perintah Tuhan dan pengabdian kepada-Nya. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru “ibadah” di dalam bait Allah tidak ada. Yang tinggal justru ketaatan dan pengabdian kita kepada Allah, itulah persembahan hidup yang kudus yang dipersembahkan orang percaya. Kata “sejati” dalam bahasa Yunaninya yaitu logikos, kata ini terdapat juga di dalam 1 Petrus 2:2, LAI menerjemahkan dengan kata “sejati.” Dalam lingkungan Helenis, kata logikos dipakai dengan arti “ibadah, persembahan yang batiniah atau rohani.” Dari sini ibadah dianggap sebagai ibadah yang sejati. Di dalam 1 Petrus 2:2 berkaitan dengan firman sehingga istilah “ibadah yang sejati” mendapat arti “ibadah yang sesuai dengan firman Tuhan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ibadah yang sejati adalah ketaatan kepada perintah-perintah Tuhan dan pengabdian diri kepada Tuhan dengan tidak bercacat cela, sesuai dengan firman Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di sini kita sebagai orang percaya kepada Allah harus taat kepada perintah-perintah Tuhan dan mengabdikan diri kepada Tuhan dengan tidak bercacat-cela di hadapan-Nya. Ibadah kita harus sesuai dengan firman Allah dan penuh dengan ketaatan kepada pribadi Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat 2 berkata demikian: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Persembahan tubuh dan ibadah yang disebut di dalam ayat 1 memiliki segi negatif dan positif. Di dalam ayat 2 ini menjelaskan sisi positif dan negatif dari ibadah. Di dalam ayat 2 ini saya akan membagi menjadi beberapa bagian yaitu pertama: sisi negatif dalam ibadah yaitu “serupa dengan dunia.” Dari segi negatifnya yaitu orang percaya tidak boleh lagi membiarkan dirinya menjadi serupa dengan dunia. Dalam terjemahan hurufiah yaitu: “jangan lagi biarkan dirimu menjadi sepola dengan dunia ini.” Kata “dunia” dalam bahasa Yunaninya yaitu aion, dalam kamus besar eon artinya “masa yang sangat panjang, masa hidup dunia,” kemudian kata eon ini diartikan dengan kata “dunia,” ini dapat dibandingkan dengan 1 Korintus 1:20 dan 2:6. Dalam apokaliftik Yahudi ada dua dunia yaitu dunia yang sedang berlangung sekarang, yang dikuasai oleh dosa, kerusakan, dan kematian. Dan yang kedua yaitu dunia yang lain yaitu yang ditandai oleh kesempurnaan. Saudara yang dikasihi Tuhan, sisi positif dari ibadah yaitu berubah oleh pembaharuan budi. Kata “berubahlah oleh pembaharuan budimu” dalam terjemahan lain mengatakan: “biarlah rupamu diubah terus.” Maksud dari perubahan rupa bukan dari segi manusia secara lahiriah saja, tetapi perubahan hati, yang terwujud dalam seluruh kehidupan. Kata “oleh pembaharuan budimu” dalam bahasa Yunani yaitu nous yang diterjemahkan “budi.” Ini terdapat juga di dalam Roma 1:28; 7:23; 11:34 yang diterjemahkan dengan “pikiran atau akal budi.” Jadi yang dimaksud dengan “pembaharuan budimu” yaitu bukan hanya perubahan pikiran saja, tetapi ini menyangkut dengan perubahan hati dan tingkah laku manusia (Bnd Ams 4:23). Di dalam Roma 7:6 berkata demikian: “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” Saudara yang dikasihi Tuhan, pembaharuan hati dan tingkah laku dilakukan oleh Roh Kudus, tetapi manusia sendiri diajak untuk membaharui diri. Tujuan dari pembaharuan budi yaitu supaya dapat membedakan manakah kehendak Allah dan manakah yang bukan kehendak Allah. Kata “membedakan” dalam bahasa Yunaninya yaitu dokimazein artinya yaitu “memeriksa, menguji.” Dengan adanya arti ini, kita harus memeriksa, atau menguji manakah yang menjadi kehendak Allah dan kehendak manusia atau kehendak yang lain. Alasan kenapa harus membedakan atau menguji kehendak Allah? Yaitu pertama, dalam kehidupan sehari-hari orang yang percaya kepada Tuhan diperhadapkan dengan berbagai keadaan. Dengan adanya hal ini, kita seringkali sulit untuk menentukan hidup kita. Dalam semuanya itu diperlukan pertimbangan secara matang dalam mengambil keputusan, manakah yang menjadi kehendak Allah. Hal ini tentunya tidak diarahkan kepada pendeta atau penatua, sinode atau uskup yang harus menentukan kehendak Allah, tetapi semua anggota jemaat harus mencari kehendak Allah dalam hidupnya. Saudara yang dikasihi Tuhan, yang ketiga yaitu isi dari kehendak Allah adalah “apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Melakukan kehendak Allah berarti “melakukan apa yang baik.” Galatia 6:10 berkata demikian: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” 1 Tesalonika 5:15 berkata demikian: “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang. Yang dimaksud dengan melakukan apa yang baik di sini yaitu menolong orang yang sedang membutuhkan sesuatu, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, dan menjauhi kejahatan. Sedangkan istilah “yang sempurna” yaitu menunjuk kepada Markus 12:30 berkata demikian: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, dari ayat dua ini, aplikasinya bagi kita yaitu kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan tidak boleh serupa atau sepola dengan dunia ini. Kita memang hidup di dunia, tetapi hidup kita tidak boleh dipengaruhi oleh dunia, tetapi kita harus menjadi atau membawa pengaruh bagi dunia ini. Kita sebagai orang percaya harus berubah oleh pembaharuan budi kita. Perubahan ini tidak hanya secara lahiriah saja, tetapi secara batiniah yaitu termasuk hati kita dalam seluruh kehidupan. Kita sebagai orang percaya kepada Tuhan harus memperbaharui hidup kita secara terus-menerus. Tujuannya yaitu supaya kita sebagai orang percaya dapat membedakan, menguji, memeriksa, manakah yang menjadi kehendak Allah? Apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan manakah yang bukan kehendak Allah? Tuhan memberkati Anda.

Rabu, 21 Januari 2009

Bukan Teori Tetapi Sesuatu Yang Nyata

Suatu hari, seorang pendeta dimintai bantuan oleh seorang wanita malang yang tidak punya tempat berteduh. Karena sangat sibuk dan tak berdaya untuk membantu, pendeta itu berjanji akan mendoakan wanita tersebut. Beberapa saat kemudian wanita itu menulis puisi seperti ini.
Saya kelaparan...
Dan Anda membentuk kelompok diskusi
untuk membicarakan kelaparan saya
Saya terpenjara.....
dan Anda menyelinap ke kapel untuk berdoa
begi kebebasan saya
Saya telanjang.....
dan Anda mempertanyakan dalam hati
kelayakan penampilan saya
Saya sakit.........
dan Anda berlutut menaikan syukur kepada Allah atas kesehatan Anda
Saya tidak punya tempat berteduh......
dan Anda berkhotbah tentang Allah sebagai tempat perteduhan abadi
Saya kesepian......
dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa
Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah
tetapi saya tetap amat lapar, kesepian dan kedinginan.....
Dalam memberi bantuan, kita kerap lebih banyak menyampaikan teori, nasihat atau perkataan-perkataan manis. Namun tidak ada satupun tindakan nyata yang kita lakukan. Dengan demikian kita diingatkan bahwa kita mesti mengasihi bukan hanya dengan perkataan melainkan dengan perbuatan. (1 Yoh 3:18). GBU