Selasa, 14 Juli 2009

Nilai Plus Dalam AnugerahNya

Diambil dari kitab Roma 5:20-21 dan Roma 6:18. Roma 5:20-21 tertulis demikian: “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah. Supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus Tuhan kita.” Roma 6:18 tertulis demikian: “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.”

Pada jaman Yunani, yakni masyarakat Perjanjian Baru, dalam lingkungan budaya yang sekuler dimana Paulus melayani, nilai plus atau nilai tambah menjadi ukuran nilai yang terbaik atau harga diri bagi masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat Yunani selalu berusaha untuk menjadi yang lebih dan lebih baik, lebih berhikmat, dan lebih rasio dari pada sesamanya. Perlombaan dalam Olympiade yang dimulai pada jaman ini adalah suatu lambang dimana orang Yunani mengejar nilai tambah atau nilai plus. Sebenarnya budaya seperti ini juga dimiliki oleh orang Yahudi, namun mereka mengejar nilai plus itu bukan dari Sumber Daya Manusia seperti orang Yunani, tapi dari Sumber Daya Iman dari Hukum Taurat. Mereka berusaha hidup menurut hukum Taurat, dan menganggap diri memiliki “nilai plus” yakni lebih suci. Mereka membedakan diri mereka dari orang Yunani yang dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan. Dalam Roma 5:20, Paulus menggunakan istilah “nilai plus ini,” ia mengatakan: “Tetapi Hukum Taurat ditambahkan supaya pelanggaran menjadi semakin banyak, dimana dosa bertambah banyak, disana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah”. Pendengar yang dikasihi Tuhan, kata “tambah” atau “bertambah-tambah”, digunakan Paulus untuk menunjukkan bahwa nilai plus itu berasal dari kasih karunia, dan bukan dari hukum Taurat. Paulus menyatakan bahwa hukum Taurat itu diberikan bukan supaya orang Yahudi itu menjadi lebih rohani, tapi supaya dosa itu lebih dinyatakan dan dibuka. Apabila dosa itu dinyatakan, maka kasih karunia Allah itu juga lebih dinyatakan lagi. Karena dosa manusia maka kasih karunia itu dilimpahkan melalui Yesus Kristus. Artinya kasih karunia dalam Kristus itu jauh lebih berkuasa dari dosa dan kasih karunia membebaskan manusia dari dosa-dosanya. Jadi nilai anugerah dalam Kristus jauh lebih tinggi nilainya dari nilai tambah dalam kehidupan dosa. Hukum Taurat sendiri tidak memiliki kuasa untuk membebaskan orang berdosa dari dosanya, tapi menyatakan dosa bagi orang banyak. Tapi bagi orang Yahudi, hukum Taurat itu digunakan untuk nilai plus bagi dirinya agar menghakimi orang yang berdosa. Kalau kita melihat dalam beberapa abad ini, orang-orang berusaha mengejar nilai plus. Mulai dari abad pencerahan, orang mengejar nilai plus melalui ilmu pengetahuan, inilah awalnya jaman moderen, kemudian memasuki abad ke 20, orang mengejar nilai plus dari membuat senjata, siapa yang lebih kuat ia menang, kemudian mengakhiri abad ke 20, orang mengejar nilai plus dari ekonomi, dan sekarang orang mengejar nilai plus dari meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk menjadi yang terbaik. Namun dalam mengejar nilai plus ini, mereka masih tetap hidup dalam dosa. Tidaklah heran, dengan kemampuan dan professionalismenya mereka berani mengerjakan apa saja yang bertentangan dengan kebenaran. Jadi secara lahiriah mereka baik, tetapi secara batiniah mengalami kerusakan. Bagi orang percaya, nilai plus yang sesungguhnya itu kita peroleh bukan dari hal-hal jasmani yang hanya bersifat sementara, apalagi nilai plus dari dosa akan membawa kepada kehancuran, sebab upah dosa itu maut. Roma 6:23 tertulis “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Menurut Paulus, nilai plus yang kekal itu kita peroleh dari “kasih Karunia Allah”.

Ada tiga nilai plus yang dapat kita peroleh dari kasih karunia Allah yakni: Yang Pertama, “kita hidup dalam kasih karunia yang berlimpah-limpah.” Ini dapat dilihat di dalam Roma 5:20 yang tertulis demikian: “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah.” Hidup di dalam kasih karunia artinya kita telah dipersatukan dalam Kristus, dalam kematianNya dan kebangkitanNya. Akibatnya kita memiliki kehidupan yang baru. Sesungguhnya tidak ada hidup yang lebih baru dari hidup yang baru sekarang ini. Ini adalah nilai plus yang paling berharga. Ada banyak nabi dalam Perjanjian Lama ingin mengetahui hidup dalam nilai plus ini, tapi tidak punya cukup umur untuk itu. Duniapun menyaksikan bahwa kita adalah orang yang berbeda dari mereka. Orang percaya memiliki nilai plus karena kematian dan kebangkitan Kristus. Nilai plus ini membuat kita begitu spesial, sehingga kita dapat melayani Allah dalam dunia ini untuk membawa berita penebusan Kristus. Malaikat tidak melakukan ini, karena malaikat tidak pernah mengalami penebusan Kristus. Dalam bahasa Yunani, Paulus menggunakan kata “kainos”, artinya “kualitas dalam kehidupan yang baru”, atau “tidak pernah terpakai”, di sini Paulus berbicara soal baru dalam kualitas, bukan dalam penampilan. Inilah kualitas moral dan kualitas iman yang disebut “kecantikan yang di dalam batin”. Kualitas ini tidak dapat dimiliki oleh siapapun yang belum mengenal Yesus. Apabila kita menilik hidup kita dalam Kristus, maka kita adalah manusia yang ajaib, yang memiliki kualitas Allah dalam diri kita. Mengapa ada banyak orang Kristen merasa diri rendah, minder, sehingga tidak menjadi berkat. Seringkali orang percaya merasa hidupnya lebih rendah dari orang yang tidak mengenal Tuhan. Ia hidup mengisolir diri dari masyarakat. Pendengar yang dikasihi Tuhan, Kainos ini terjadi karena manusia lama kita telah turut disalib, tubuh dosa hilang kuasanya. Oleh sebab itu: “dosa dan kelemahan itu harus berkurang, dan kasih karunia itu bertambah”, dan bukan sebaliknya. Kalau “dosa bertambah” maka “Kasih karunia lebih bertambah lagi”, artinya kalau kita jatuh dlam dosa, maka ada kesempatan yang luas bagi kita untuk bertobat dan menerima pengampunan Allah. Kainos ini terjadi karena kita mempunyai tuan yang baru, yaitu Kristus. Kita hidup dengan Dia dan bagi Dia. Kita memiliki persekutuan yang indah dengan Dia. Kainos dalam hidup kita harus menjadi senjata kebenaran. Senjata kebenaran adalah senjata untuk membela kekudusan Allah dalam hidup kita. Apabila kita memiliki nilai plus dari “kainos”, apakah kita mau hidup dalam dosa?, saya yakin tidak.

Kita akan melihat nilai plus yang kedua untuk orang percaya. Nilai plus dari kasih karunia Allah yaitu “mendapat status yang baru yaitu sebagai hamba kebenaran.” Ini dapat dilihat di dalam Roma 6:18 yang tertulis demikian: “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Hamba kebenaran, ini merupakan tanggunjawab rohani kita kepada Allah. Kata yang digunakan oleh Paulus untuk kata “hamba” adalah “Doulos”, yang memiliki arti “hamba.” Dalam budaya Yunani Doulos atau budak ini tidak mempunyai hak apapun, ia hidup hanya untuk tuannya dan mengabdi dengan segala pengorbanan. Ia bagaikan harta benda hidup dari tuannya sehingga tuannya dapat berbuat apa saja yang ia mau. Disini menjadi hamba kebenaran artinya hidup dengan sepenuhnya dalam ketaatan penuh kepada kebenaran Allah tanpa ada keinginan untuk mengubah kebenaran tersebut. Kita menjadi hamba kebenaran oleh karena Kristus telah menjadi hamba Allah dan berkorban di kayu salib untuk membebaskan kita dari hamba dosa. Dengan demikian kita harus menjadi orang yang rela dan bersedia untuk memperhambakan diri kita kepada kebenaran yakni kepada kehendak Allah. Pada suatu hari, ada seorang budak perempuan yang cantik dibawa oleh tuannya untuk dilelang di pasar budak di salah satu kota di India. Melihat pemudi yang cantik ini, maka datanglah anak-anak muda berduyun-duyun untuk membelinya. Kemudian pengusaha pelelangan ini mulai menawarkan kepada orang banyak yang hadir disitu. Setiap pemuda menawarkan bayaran yang tinggi untuk pemudi yang cantik ini. Mereka saling bersaing dalam membanting harga yang tinggi-tinggi. Sehingga di pasar lelang ini begitu riuh dengan persaingan harga untuk membeli budak yang cantik. Tiba-tiba muncul seorang tua yang peot dan kumak menawarkan harga yang begitu tinggi sehingga tidak seorangpun yang dapat menyainginya lagi. Lalu budak yang cantik harus menjadi budak si bapak tua ini. Namun perempuan ini merasa geli dan tidak rela mengikutinya. Kemudian bapak tua ini datang kepada perempuan ini, lalu ia mengatakan, “anakku, janganlah engkau takut, aku telah membelimu dengan harga yang tinggi supaya engkau dapat hidup dengan bebas, engkau tidak usah mengikuti aku dan menjadi budakku. Lalu bapak tua ini merobek dokumen hak memiliki budak di tangannya dan membiarkan perempuan ini pergi dengan bebas. Melihat apa yang dilakukan oleh bapak tua ini, perempuan ini menangis dan terharu, lalu perempuan ini mengatakan, pak, biarkanlah aku mengikut bapak dan aku mau melayani bapak sebagai bapaku dan bukan sebagai tuan, karena bapak telah membebaskan aku dari perbudakan. Pengorbanan Kristus di salib dan menebus kita dari perbudakan dosa seharusnya membawa kita untuk menjadi hamba-hambaNya yang mulia. Ia tidak memperbudak kita, tetapi Ia mau supaya kita hidup taat kepada kebenaran.

Kita harus mengerti bahwa kehidupan kita dalam Kristus merupakan suatu kasih karunia yang besar yang membuat kita memiliki nilai hidup yang begitu berharga. Nilai hidup yang berharga atau nilai plus ini bukanlah kita peroleh dari nilai-nilai materi yang bersifat sementar. Nilai plus dalam Kristus mengandung nilai kekekalan yang harus kita kejar. Kita harus meninggalkan dosa-dosa kita dan hidup dalam kebenaran. Kita harus menjadi memperhambakan diri kita kepada kebenaran dan bukan kepada dosa. Dalam hidup kita di dunia ini, kita harus mengejar nilai plus yang ada dalam batin. Kecantikan yang di dalam memiliki nilai yang jauh lebih baik dari kecantikan yang di luar. Tapi kita dapat mengimbangi ini, yakni mengejar nilai plus untuk hal-hal jasmani dalam karier kita, dan juga mengejar nilai-nilai batin dalam kehidupan iman kita mengiringi Tuhan. Jadikanlah kehidupan iman kita menjadi senjata-senjata kebenaran untuk mempertahankan nilai plus yang telah dianugerahkan kepada kita melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Pendengar yang dikasihi oleh Tuhan, tidak ada hidup yang lebih indah dari hidup dalam kasih karunia Allah. Hidup ini mengandung nilai plus yang tidak dapat dibeli dengan harta benda manapun. Apabila kita mempertahankannya, maka kita akan bahagia. Permuliakanlah Kristus dengan hidupmu sekarang ini. Pertahankanlah kebenaran Kristus dalam hidupmu, jadilah seorang hamba yang mengabdi kepada tuannya yang telah berkorban untuk diri Anda. Janganlah hidup untuk sekedar diri sendiri. Hiduplah untuk Tuhan, mengabdilah speenuh hati kepadaNya, karena di dalam Dia kita telah mendapatkan kasih karunia Allah. Dengan memiliki kasih karunia itu kita telah memperoleh persekutuan dengan Tuhan. Dengan memiliki kasih karunia itu kita telah memperoleh hidp yang kekal di dalam Dia. Marilah kita hidup, hidup bagi Kristus. Roma 14:8 tertulis: “Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup maupun mati, kita adalah milik Tuhan.” Tuhan memberkati.

Tuhan Melakukan Perkara Besar

Mazmur 126:1-6 tertulis demikian: “Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang diantara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini.” TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negep! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”

Pengalaman kita dalam mengiringi Tuhan, kita selalu mengalami perkara-perkara besar yang dilakukan oleh Tuhan dalam hidup kita. Kita dapat bernafas setiap hari saja merupakan suatu perkara besar. Kita tidak usah membeli udara setiap hari, semua itu disediakan oleh Allah bagi semua orang. Tetapi perkara besar yang dilakukan oleh Allah itu tidak terbatas dengan hal-hal yang bersifat jasmani, tetapi hal-hal yang bersifat rohani. Menurut konteks kitab Mazmur 126:1-6, perkara besar yang dilakukan oleh Allah dinyatakan-Nya dalam bentuk pemulihan. Pemulihan memiliki arti yang sangat dalam, lebih dari sekedar kesembuhan ilahi, karunia-karunia roh, mujijat, pelayanan misi, dan berkat-berkat jasmani. Karena pemulihan ini dilakukan oleh Allah untuk suatu penderitaan yang dalam bagi umat Israel. Jadi Allah adalah sumber dan agen pemulihan itu sendiri. Dalam nats ini terdapat dua agen pemulihan: Yang Pertama, Allah sebagai agen Pemulihan, dan Yang Kedua, Umat Israel sebagai agen pemulihan itu sendiri.

Yang Pertama, Allah sebagai agen pemulihan. Ini dapat dilihat di dalam ayat 1 yang tertulis demikian: “Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi.” Di sini, berdasarkan ayat 1 ini, pemulihan terjadi oleh karena inisiatif Allah. Pada waktu itu, umat Israel sangat menderita karena dosa mereka di pembuangan. Mereka sudah kehilangan harapan dalam pembuangan. Mereka tidak berharap pulang lagi karena bangsa yang memperbudak mereka begitu kuat. Bahkan pada saat Allah mengadakan pemulihan, mereka tidak percaya akan hal itu. Dalam Mazmur 126, dikatakan bahwa pemulihan itu seperti mimpi, karena di tengah-tengah pemulihanpun ada penderitaan. Bangsa Israel tidak mengakui bahwa itu perbuatan Allah yang besar, tapi oleh bangsa-bangsa yang lain lebih dahulu mengakui. Kata “pemulihan” salam bahasa Ibrani memakai kata: “Sub” yang memiliki arti: “Restore, atau pemulihan.” Kata ini mempunyai dua arti: Yang Pertama, Movement back to the point of depature, artinya: “suatu gerakan yang kembali keposisi semula.” Pemulihan berarti Allah membawa mereka untuk kembali kepada keadaan mereka yang semula atau kepada kasih yang mula-mula seperti ketika mereka keluar dari Mesir dan mengalami berkat-berkat dari Tuhan. Di sini umat Israel harus mengingat segala kebaikan dan kasih setiaNya di masa lalu. Umat Israel bernyanyi dan memuji Allah sesuai dengan pertolonganNya di masa yang sudah-sudah. Yang Kedua, Floodwaters return to the previous level. Artinya Pada waktu mereka dibuang, mereka mengalami badai, dan pada waktu mereka dipulihkan, peristiwa ini bagaikan air sungai yang meluap dan melanda seluruh daerah tapi kemudian air itu mulai surut dan kembali kepada level yang semula, namun demikian masih terasa pasang dan surut. Masih ada ombak dan badai, tapi sudah wajar dan dapat dikendalikan. Jadi setelah mereka kembali ke Yerusalem, mereka masih mengalami trauma. Namun setelah mereka mengerti apa Tuhan perbuat, barulah sukacita itu ada. Charles Kraft memberikan ilustrasi mengenai trauma apabila perubahan terjadi. Pada waktu Abraham Lincoln menjadi Presiden Amerika Serikat, ia mengadakan suatu perubahan sosial dalam masyarakat Amerika pada waktu itu. Di tahun 1863, Abraham Lincoln mengadakan suatu emansipasi untuk mengakhiri perbudakan. Pada waktu budak-budak itu dibebaskan oleh para tuannya orang kulit putih, mereka mengalami kesulitan untuk beradaptasi di masyarakat. Mereka tidak dapat berperan dan bekerja karena orang kulit putih tidak mau menganggap mereka sederajat. Sedangkan para budak yang baru dibebaskan itu tidak mempunyai keahlian apapun untuk bekerja dan berkarya. Dalam kondisi ini baik para budak, maupun orang kulit putih yang pernah memperbudak mereka mengalami suatu trauma yang berat. Dalam kehidupan di masyarakat mereka selama beberapa waktu tidak dapat bergabung atau berkomunikasi. Disini pemulihan yang terjadi menimbulkan trauma dalam kehidupan mereka. Beberapa waktu yang lampau, terjadi sebuah malapetaka banjir di Mozambique. Pdt. Samuel Naftal berusaha menyelamatkan jemaatnya dari banjir dan mengangkat jemaatnya keatas rumahnya. Selama dua hari ia bersama 16 orang lainnya naik kepohon untuk melindungi diri dan menunggu air itu surut. Ia melihat TV, Furniture mereka dibawa pergi oleh air yang deras. Tapi setiap malam di atas pohon mereka digigit nyamuk sehingga mereka tidak bisa tidur, tapi ia bersyukur kepada Tuhan karena nyamuk-nyamuk itu, kalau tidak, mereka akan ketiduran dan kemudian jatuh dari pohon terbawa banjir yang deras. Jadi waktu Allah mengadakan pemulihan dalam kehidupan seseorang, maka juga ada konsekwensi yang harus ditanggung. Disini transformasi atau pemulihan juga mengakibatkan trauma, tapi dibalik trauma itu kemudian menjadi berkat bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah dan pujian dari mereka yang dipulihkan. Pemulihan ini adalah inisiatif dari Allah karena kasih setiaNya. Allah yang bertindak dan manusia mengalami.

Kita akan melihat yang kedua yaitu: “umat Israel sebagai agen pemulihan.” Ini dapat dilihat di dalam ayat yang ke 4-6 tertulis demikian: “Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negep! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak soraisambil membawa berkas-berkasnya.”

Inisiatif Allah seperti yang dijelaskan tadi tidaklah cukup, maka harus melibatkan inisiatif manusia. Mari kita lihat bagian yang kedua, umat Allah sebagai agen pemulihan. Setelah umat Israel dipulihkan, yakni kembali dari pembuangan ke rumah mereka masing-masing di tanah Israel, maka mereka tidak boleh berdiam diri. Mereka harus mempertahankan iman, berusaha dan berdoa. Tapi umat Israel lupa daratan. Mereka memohon Allah untuk melakukan semua bentuk pemulihan. Umat Israel meminta agar gurun negev itu diberi air. Tapi Allah mengajar mereka untuk mengerti, bahwa negev itu ada air kalau musim dingin datang. Jadi ada masanya umat mengalami waktu senang, dan waktu susah. Umat Israel harus mengusahakan tanah yang sudah ditinggal bertahun-tahun. Tanah ini sudah menjadi keras, panas, dan berbatu-batu. Mereka harus mengusahakan sumber daya alam atau SDA, yakni menabur dengan mencucurkan air mata, dan mengembangkan sumber daya manusia atau yang lazimnya disebut SDM yakni. Berjalan maju dengan menangis. Jadi mereka bukan hanya punya iman, tapi juga punya ilmu. Kita sering mendengar istilah Ora et Labora yakni bekerja sambil berdoa. Bangsa Babel memang terkenal dengan perkembangan Sumber Daya Manusianya seperti terlihat dari bangunan-bangunan dan peninggalan-peninggalan mereka. Pada waktu Daniel dan teman-teman di Babel, oleh raja Babel, Daniel, Sadrach, Mesach, dan Abednego terlebih dahulu dikembangkan dulu SDM mereka sebelum diberi tugas. Apalagi bangsa Romawi dikenal dengan SDM yang maju, sehingga Allah mempersiapkan Yesus lahir di jaman Romawi. Saudara-saudara! harus menyadari bahwa Allah telah melakukan perkara besar bagi kita hingga pada hari ini. Ia menyelamatkan jiwa kita dan memelihara hidup saudara dalam segala kondisi. Allah juga telah melakukan perkara besar dalam hidup saudara secara pribadi, sebagai keluarga, sebagai mahasiswa. Allah telah berinisiatif untuk itu. Tapi saudara tidak boleh hanya puas sampai disini, saudara harus mengerjakan keselamatan, pemulihan itu, dan perkara besar itu dalam hidup saduara. Kalau saudara duduk diam, maka kemajuan akan menjadi kemunduran. Saudara bukan hanya membangun iman, Sumber Daya Iman, atau SDI, tapi juga sumber daya pelayanan, atau SDP, dan Sumber Daya Manusia, atau, SDM. Saudara harus mengembangkan diri saudara dalam segala potensi yang saudara miliki. Saudara harus mampu membawa kontribusi sosial dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sedang mengalami krisis-krisis. Saudara dapat membagikan iman kepada mereka melalui pemberitaan kasih Kristus, tapi itu tidaklah cukup, saudara harus membawa berkat dan menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan pertolongan Anda. Saduara-saudara tidak boleh hanya memikirkan hal-hal yang rohani, tapi keseimbangan dengan hal-hal jasamani juga sangat penting. Dan sebaliknya, kita tidak hanya memikirkan hal-hal yang rasiional, tapi juga yang rohani. Jadi saudara dapat menarik kesimpulan disini bahwa apabila Allah memulihkan kehidupan iman saudara, maka saudara juga harus mengerjakannya dalam kehidupan sehari-hari. Saudara harus menciptakan keseimbangan antara hal-hal yang rohani dan potensi-potensi yang saudara miliki untuk dikembangkan dan menjadi berkat bagi orang lain. GBU

Disiplin Rohani

Ibrani 12:1-12 tertulis demikian:
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita. Dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan tahta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah. Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: Hai anakku janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang dikuasai-Nya sebagai anak.” Jika kamu harus menanggung ganjaran: Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi jikalau kamu bebas dari ganjaran yang harus diderita setipa orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa mereka yang anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. Memang tiap-tiap ganjaran pada wkatu ia diberikan tidak mendapatkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada merkea yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah.”

Berbicara mengenai disiplin, sebenarnya disiplin dapat dilakukan melalui banyak hal, bukan hanya melalui peraturan, tapi dapat diterapkan melalui kegiatan. Dalam masyarakat Yunani contohnya, disiplin itu dilatih melalui pendidikan, atau disiplin “ilmu pengetahuan”, lazimnya disebut gnostik, yang melahirkan ilmu-ilmu filsafat. Disiplin mereka juga dilakukan melalui olah raga, yang kemudian melahirkan cabang olahraga yang populer. Diantaranya seperti: lari cepat, tinju, dan circus. Pada jaman Yunani ini, juga sudah lahir olahraga tinju, gulat, lompat tinggi, lempar lembing, dan lain-lain. Sebelum peserta masuk pertandingan, mereka diharuskan melatih diri dengan disiplin dan matang, setelah itu diuji dan barulah diijinkan untuk bertanding. Dalam pertandingan ini ada ribuan orang yang menonton, dan peserta akan mendapatkan hadiah sesuai dengan prestasinya. Untuk orang-orang Romawi jenis olahraganya pun berbeda dengan jenis olahraga orang-orang Yunani. Olahraga orang Romawi disebut “perkelahian gladiator”. Olahraga ini adalah perkelahian antara manusia dengan binatang buas, manusia dengan manusia ataupun binatang buas dengan binatang buas. Peserta dari olahraga ini biasanya orang-orang kriminal yang ada di penjara-penjara Romawi. Mereka dilatih sedemikian rupa untuk dipertontonkan di muka umum. Pertandingan ini dinyatakan selesai apabila ada salah satu pesertanya cidera hingga mati dan darah korban biasanya dipersembahkan kepada berhala. Dan bagi peserta yang menang, ia akan dibebaskan dari penjara. Pertandingan olahraga yang mematikan ini menuntut pesertanya untuk melatih diri dengan sungguh-sungguh dan dengan disiplin tinggi apabila ia tidak ingin menjadi korban. Pendengar yang dikasihi Tuhan, kita sekarang masih di dunia. Dunia ini adalah gelanggang pertandingan rohani yang di kelilingi oleh begitu banyak penonton rohani. Kita juga membutuhkan disiplin diri supaya dapat memenangkan pertandingan iman. Kalau kita gagal, kita juga akan di disiplin oleh Tuhan supaya kita kelak dapat merebut kemenangan. Disiplin rohani yang harus kita kerjakan untuk memenangkan pertandingan iman adalah seperti apa ditulis dalam kitab Ibrani pasal 12:1-12, yakni:

Yang Pertama, “kita harus meninggalkan beban dan dosa yang merintangi kita untuk memenangkan pertandingan iman tersebut.” Ini dapat dilihat di dalam ayat 1 yang tertulis demikian: ““Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita. Dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” Kata yang digunakan untuk “meninggalkan beban dan dosa” dalam ayat ini adalah “membuang segala sesuatu yang menjadi beban”. Pada waktu kapal Titanik menabrak gunung es di lautan Atlantik, maka kapten kapal memerintahkan penumpang untuk membuang sebagian muatan kapal tersebut untuk mengurangi beban kapal sehingga kapal itu tidak segera tenggelam dan mereka mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri dari dalam kapal. Beban-beban dosa yang sering menghalangi kita memang harus dibuang dari hidup kita seperti keinginan-keinginan daging dan dosa-dosa yang menjadi kesukaan kita. Membuang segala beban dosa dan menganggapnya sampah yang tidak berguna dan harus dibersihkan dari jiwa kita. Sampah-sampah duniawi ini tidak boleh diberikan tempat dalam kehidupan iman karena akan membuat bahtera rohani kita menjadi tenggelam.

Yang Kedua, “kita harus berlomba dengan tekun dalam perlombaan iman yang sudah diwajibkan oleh Tuhan.” Ini dapat dilihat di dalam ayat 2 yang tertulis demikian: “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan tahta Allah.” Di sini kita tidak dipanggil oleh Tuhan untuk hidup pasif atau kita sudah cukup puas dengan keadaan sudah diselamatkan oleh Yesus. Kita dipanggil untuk maju dalam iman, bertumbuh, melayani dan menjadi saksi-saksi hidup, bahkan dalam penderitaan. Ini merupakan kewajiban bukan pilihan.

Yang Ketiga, dalam memenangkan pertandingan iman, kita harus melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus yang telah memulai rencana yang indah dalam hidup kita dan akan menyelesaikan rencana itu apabila kita hidup dalam ketaatan dan dalam disiplin rohani (ayat 2). Dengan menujukan mata iman kepada Yesus, kita mempunyai tujuan dan sasaran untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi hidup kita. Tujuan yang hendak dicapai adalah penggilan sorgawi seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam Filipi 3:14, yaitu “berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dalam Kristus Yesus.

Yang Keempat, dalam perlombaan iman kita harus ingat akan Dia yang sudah mengalami perlombaan tersebut dengan penderitaan yang berat di kayu salib. Ini dapat dilihat di dalam ayat 3 yang tertulis demikian: “Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” Dalam mengingat Dia, kita meneladani Kristus yang telah menjadi teladan bagi kita. Apabila kita mengalami penderitaan dalam pertandingan iman ini, maka hati kita akan tetap pada Dia dan terhibur karena Ia sendiri telah mengalami penderitaan yang jauh lebih besar untuk kita semua. Memang di dunia ini tidak ada teladan yang sempurna seperti Kristus. Dia adalah figur yang terbaik untuk kita. Identitas dan integritasNya teruji oleh kesukaan dan penderitaan. Dalam perlombaan ini, kita harus percaya bahwa Kristus menyertai kita dan menolong kita saat kita tidak mampu untuk menanggungnya. Yesus tidak akan membiarkan penderitaan itu melampaui kemampuan kita. Setiap saat Ia ada bersama kita. Saya ingin memberikan sebuah illustrasi tentang “Naik Sepeda”: “Hidup itu bagaikan naik sepeda, engkau tidak akan jatuh, kecuali berhenti mengayuh. Diatas sepeda dengan dua gayuh. Dan aku melihat Tuhan berada di belakangku membantuku mengayuh pedal. Aku tidak tahu kapan Dia menyarankan kita berganti tempat, tetapi hidup tidak akan pernah sama karena hidup dengannya akan membuat kehidupan lebih tinggi, menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Ketika aku memiliki kontrol, aku tahu jalan yang ku tempuh. Itu agaknya membosankan, tetapi tidak bisa diramalkan. Itu selalu merupakan jarak terdekat diantara dua titik. Tetapi ketika Ia mengambil pimpinan, Dia tahu bagian-bagian yang menyenangkan, mendaki gunung-gunung, dan melewati tempat-tempat yang berbatu-batu dan dengan kecepatan yang sangat tinggi; itulah semua yang dapat kulakukan untuk bertahan. Meskipun itu tampak seperti kegilaan, Dia terus saja berkata: “Kayuh, Kayuh…! Aku kuatir dan menjadi takut, lalu bertanya, kemana Engkau akan membawaku? Dia hanya tertawa dan tidak menjawab pertanyaanku, dan aku mendapati diriku mulai percaya. Segera aku melupakan kehidupanku yang membosankan dan mulai memasuki sebuah petualangan, dan ketika aku berkata: Aku takut, Dia bersandar dan menyentuh tanganku. Dia membawaku kepada orang-orang yang mempunyai berkah yang kuperlukan; berkah penyembuhan, berkat penerimaan, berkat sukacita. Mereka memberikan berkati itu untuk melanjutkan perjalananku. Perjalanan kami, yakni Tuhan dan aku. Dan kami berangkat lagi. Dia berkata: “Berikan berkat yang kau terima kepada orang lain, semua itu merupakan beban tambahan, terlalu berat. Maka kulakukan apa yang menjadi perintahnya, kepada orang-orang yang kutemui dan aku mendapati bahwa dalam memberi aku menerima, lagipula beban kami menjadi ringan. Awalnya aku tidak percaya kepadaNya bahwa Dia mengontrol hidupku. Aku mengira Dia mengacaukannya. Tetapi Dia mengetahui rahasia sepeda, tahu bagaimana untuk berbelok di tikungan-tikungan yang tajam, melompat ke tempat-tempat yang terang dan penuh dengan batu-batu, terbang untuk mempersingkat perjalanan yang menakutkan. Dan aku belajar untuk diam dan mengayuh pedal di tempat-tempat yang paling asing, dan aku mulai menikmati pemandangan dan angin bertiup sepoi-sepoi yang menerpa wajahku, bersama temanku yang selalu menyenangkan, kekuatanku lebih tinggi. Dan ketika aku yakin bahwa aku tidak lagi bisa melanjutkan perjalanan, Dia tersenyum dan berkata, kayuhlah…!. Dalam perlombaan iman ini, kita harus menyadari bahwa kita sering lengah dan gagal. Namun apabila kita gagal, Allah akan mendisiplin kita. Walaupun rasanya tidak enak karena didisiplin, tapi kita adalah tergolong anak-anak yang dikasihiNya. Disiplin memperlihatkan suatu perhatian dan kepedulian Allah yang besar. Ia ingin kita berhasil dan menjadi dewasa dalam pengiringan kita kepadaNya sehingga pada akhirnya kita akan bersyukur dan memuji Dia. Pendengar yang dikasihi Tuhan, disiplin rohani memang mempunyai manfaat yang besar dalam pengiringan kita kepada Tuhan. Kita dilatih untuk aktif dalam segala hal dan siap menghadapi segala tantangan dan ujian. Kita akan mampu melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan namaNya. Dalam disiplin rohani iman percaya kita akan bertumbuh secara wajar dan normal dengan mengikuti rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Apapun yang kita hadapi dalam dunia ini akan tetap berada dibawah kendali disiplin iman kita yang sudah terlatih. Dengan disiplin rohani kita akan sanggup mencapai tujuan akhir yakni mahkota surgawi yang tersedia bagi kita. Relakan dirimu dan disiplinkan hidup rohanimu dengan keempat hal yang sudah kita bahas sebelumnya yakni: Membuang segala sampah-sampah dunia dari hati kita; berlombalah dengan tekun dan setia, maju terus dalam mengasihi Tuhan dan jangan undur; arahkan mata rohanimu kepada Yesus sebagai teladan dalam perlombaan iman; pandanglah Dia yang telah tersalib bagimu, sebab dibalik itu ada mahkota menantimu.

Tuhan memberkati.