Rabu, 27 Mei 2009

Standar hidup orang percaya (II)

Standar hidup orang percaya yaitu “Orang percaya harus berani menolak ajakan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan.” Ini dapat dilihat di dalam Daniel 3:14-15a yang tertulis demikian: “Berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu? Sekarang jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai bagai jenis bunyi-bunyian sujudlah menyembah patung yang kubuat itu!

Ujian demi ujian terhadap iman bagi orang percaya, terus dialami untuk kemurnian iman dan pembentukan karakter yang semakin berkenan kepada Allah. Memasuki pasal ketiga dari kitab Daniel ini, kita dapat diperhadapkan kepada ujian iman yang baru. Yaitu soal penyembahan terhadap patung emas yang didirikan oleh raja Nebukadnezar (ayat1-16). Tidak ada catatan yang jelas dari Daniel, kapan peristiwa ini terjadi. Sadrakh, Mesakh dan Abednego, ketiga teman Daniel yang menjadi kepala wilayah di Babel, menghadapi tantangan iman dari orang di sekitarnya. Mereka dalam hidupnya mengambil keputusan untuk tidak ikut-ikutan menyembah patung emas raja yang didirikan oleh raja Nebukadnezar. Mereka jelas tahu bahwa yang patut menerima penyembahan mereka, hanyalah Allah Yahweh yang Mahakuasa pencipta langit dan bumi. Hanya Pencipta yang pantas disembah, bukan patung ciptaan tangan manusia. Keputusan untuk tidak menyembah patung yang didirikan oleh raja Nebukadnezar bukan merupakan keputusan yang mudah, melainkan tidak mudah dan tentunya sangat berbahaya, dan mengandung banyak resiko bagi mereka. Karena selain mereka (Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego) tinggal di wilayah Babel, mereka juga adalah tawanan yang mendapat belaskasihan raja, sehingga diangkat sebagai kepala wilayah. Sebagai orang yang bekerja di bawah raja Nebukadnezar, kini Sadrakh, Mesakh dan Abednego, harus memilih untuk tidak mentaati kehendak raja. Betul-betul suatu keputusan yang membahayakan bagi mereka. Keputusan Sadrakh, Mesakh dan Abednego untuk tidak menyembah patung emas raksasa itu, sangat beresiko tinggi. Namun mereka berani menolak ajakan dari raja Nebukadnezar untuk menyembah patung emas yang didirikan olehnya. Mereka dengan tegas menolak ajakan raja Nebukadnezar, karena mereka tahu bahwa hal itu tidak berkenan di hadapan Tuhan. Menyembah berhala merupakan sebuah penghinaan bagi Tuhan. Menyembah berhala merupakan tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Menyembah berhala berarti melanggar hukum Tuhan. Ulangan 5:7-9 tertulis demikian: “Jangalan ada padamu Allah lain dihadapan-Ku. Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada dilangit di atas atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Janganlah sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.”

Sadrakh, Mesakh dan Abednego berani menolak hal-hal yang tidak berkenan dihadapan Tuhan. Mereka berani menolak hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan. Mereka berani menolak hal-hal yang mendatangkan dosa.

Bagaimana dengan Anda, ketika Anda diperhadapkan dengan suatu ajakan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan, seperti korupsi, mencuri, berzinah, berbuat jahat dan lain sebagainya. Beranikah Anda menolak ajakan-ajakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan? Ataukah sebaliknya malah Anda kompromi dengan dosa, dan melakukan dosa? Upah dosa ialah maut/kematian. Dengan memiliki kesadaran bahwa upah dosa adalah maut/kematian. Harapan saya, kita semua berani menolak untuk tidak berbuat dosa! Harapan saya, kita semua dapat berkata tidak kepada hal yang tidak menyenangkan Tuhan. Harapan saya, kita semua berkata tidak, untuk tidak kompromi dengan dosa. Melaikan kita selalu berkata Ya untuk melakukan kehendak Tuhan. 1 Yohanes 2:17 tertulis “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” Standar hidup orang percaya adalah berani menolak ajakan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Inilah yang menjadi standar hidup kita sebagai orang percaya.

Standar hidup orang percaya yaitu “Orang percaya harus rela menderita demi mempertahankan kesetiaan imannya kepada Tuhan.”

Ini dapat dilihat di dalam ayat 15-16 yang tertulis demikian: “Sekarang jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai bagai jenis bunyi-bunyian sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah kamu akan dicampakan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakan yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku. Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Ayat 21 tertulis : “Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain dan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala.”

Sadrak, Mesakh dan Abednego berani menderita demi kesetiaannya kepada Tuhan. Demi kesetiaannya kepada Tuhan, mereka rela di bakar hidup-hidup oleh raja Nebukadnezar diperapian yang menyala-nyala/yang dipanaskan sebanyak tujuh kali lipat (ayat 19). Demi kesetiaannya kepada Tuhan, mereka rela menderita bagi Tuhan. Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana jika kita sekarang ini, diperhadapkan dengan penderitaan karena Kristus? Akankah kita setia kepada Tuhan!! Akankah kita menerima semua penderitaan itu dengan penuh sukacita. Ataukah kita hanya ingin menerima yang baik saja dari Tuhan seperti berkat-berkat-Nya tanpa mau menderita bagi Tuhan. Saudara-saudara..!! Jangankan diperhadapkan dengan tantangan/penderitaan/penganiayaan!! Diperhadapkan dengan kesulitan hidup saja terkadang kita bersungut-sungut kepada Tuhan dan tidak setia kepada Tuhan. Banyak orang Kristen berpuluh-puluh tahun menganggap dirinya sebagai seorang anak Tuhan. Menganggap dirinya sebagai orang Kristen, namun mereka tidak memiliki kesetiaan kepada Allah. Sisa-sisa hidupnya hanya ditujukan kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak mau menderita untuk kepentingan Tuhan. Jika ada diantara Anda yang sedang menderita karena Tuhan ingatlah bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Roma 8:18 tertulis: “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” 2 Korintus 4:17 tertulis demikian: “Sebab penderitaan yang ringan sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”


Standar hidup orang Kristen yaitu “Selalu mempercayai Tuhan sekalipun Tuhan tidak menolong hidupnya.” Ini dapat dilihat di dalamm ayat 17-18 yang tertulis demikian: “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu dan dari dalam tanganku, ya raja. Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Sadrakh, Mesakh dan Abednego, tidak mau menyembah patung emas yang didirikan oleh Nebukadnezar itu, maka dia marah. Tetapi mereka tetap setia dapat mempertahankan imannya kepada Allah. Ini merupakan keindahan dan keagungan iman Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka jelas tahu bahwa Allah mereka sanggup menyelamatkan mereka. Tetapi jikalau Allah menghendaki lain, bahwa mereka diizinkan Allah untuk mati syahid dalam dapur perapian itu mereka sudah siap. Demi kemuliaan Allah, iman mereka tidak goyah, penyerahan diri mereka tetap penuh, dan kesetiaan mereka tetap abadi. Dengan kata lain, Sadrakh, Mesakh dan Abednego telah siap menerima dan berani menanggung resiko karena imannya kepada Tuhan. Dan bahaya apapun, bahkan bila perlu mati dibakar hidup-hidup, demi mempertahankan iman mereka kepada Allah Yahweh. Mereka tidak akan pernah tunduk dan menyembah kepada allah atau dewa apapun. Tuhan menolong atau tidak menolong, mereka tetap setia kepada Tuhan. Ini terlihat dengan adanya kalimat: “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu dan dari dalam tanganku, ya raja. Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Dengan kata lain, sekalipun Tuhan tidak menolong Sadrak, Mesakh dan Abednego mereka tetapi setia kepada Tuhan. Sekalipun Tuhan tidak melepaskan mereka dari perapian yang menyala-nyala, kepercayaan dan kesetiaan mereka kepada Tuhan tidak pudar! Kalau kita coba membandingkan dengan kehidupan Ayub. Ayub juga memiliki kesetiaan yang sama dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ayub 1:9-10 tertulis demikian: “Maka berkatalah isterinya kepadanya: masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah! Tetapi jawab Ayub kepadanya: Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.”

Berbicara mengenai kesetiaan kepada Tuhan, marilah kita selalu belajar dari tokoh-tokoh Alkitab. Marilah kita selalu belajar dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Mengikuti Tuhan sekalipun Tuhan tidak menolong kita. Mengikuti Tuhan sekalipun doa-doa kita belum di jawab Tuhan!! Mengikuti Tuhan sekalipun banyak tantangan! Inilah yang menjadi standar hidup kita sebagai orang percaya yaitu tetap mempercayai Tuhan sekalipun harus diperhadapkan dengan penderitaan dan kesulitan hidup. Selalu mempercayai Tuhan sekalipun Tuhan tidak memberkati kita. Dan ini adalah sebuah kehidupan yang luar biasa di Tuhan. Kalau kita memiliki standar hidup seperti itu, maka Tuhan akan memberkati kita, Dia bangga dengan kehidupan kita sebagai anak-anak-Nya. Tuhan memberkati Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar