Rabu, 28 Januari 2009

Belajar Firman Allah

Tema: “Mempersembahkan Tubuh”
(Roma 12:1-2)
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, kitab Roma ditulis oleh Paulus di Korintus pada perjalanan misi yang ketiga (15:25). Yaitu menjelang awal musim pelayaran di wilayah Laut Tengah, pada akhir musim dingin. Paulus menulis surat Roma dengan tujuan yaitu meminta dukungan keuangan dan penyediaan sarana dalam rangka perjalanan menuju ke Spanyol. Di samping itu juga Paulus memiliki tujuan untuk meredakan perselisihan yang terjadi dalam jemaat di Roma.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat 1-2, saya akan membagi menjadi beberapa bagian yaitu pertama: “Nasihat Paulus didasarkan atas kemurahan Allah.” Yang kedua: “Isi dari nasihat Paulus yaitu “jemaat Roma harus mempersembahkan tubuh mereka kepada Tuhan.” Yang ketiga yaitu “keadaan persembahan: hidup, kudus, berkenan kepada Allah.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, kita akan melihat yang pertama yaitu: “nasihat Paulus yang didasarkan atas kemurahan Allah.” Kata “menasihatkan” dalam bahasa Yunaninya parakalein. Kata ini memiliki beberapa pengertian yaitu: “memohon” (2 Kor 12:8); “mendorong untuk bertobat” (Kis 2:40), “menasihatkan” (1 Kor 1:10; Rm 12:8); dan “menghibur” (2 Kor 1:4, 6).” Paulus menasihati, memohon atau mendorong jemaat yang berada di Roma atas nama Tuhan, hal itu menyatakan pemeliharaan Tuhan atas jemaat yang berada di Roma. Paulus menasihati jemaat yang berada di Roma berdasarkan kemurahan Tuhan. Isi nasihat Paulus yaitu supaya jemaat di Roma dapat mempersembahkan tubuh mereka kepada Tuhan. Ini dapat dilihat dengan adanya pernyataan: “supaya kamu mempersembahkan tubuhmu.” Kata “mempersembahkan” dalam bahasa Yunani paristanai yang merupakan istilah peribadatan dari lingkungan bait Allah: mempersembahkan (kurban). Hal itu ditegaskan oleh pemakaian “persembahan” (kurban). Jadi yang di maksud “mempersembahkan tubuh” yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah. Saudara yang dikasihi Tuhan, yang kedua yaitu objek persembahan yaitu tubuh. Yang di maksud dengan “tubuh” di sini bukan berarti tubuh kita dibunuh, disiksa supaya bertambah suci. Tetapi yang dimaksud di sini yaitu “tubuh” merupakan kehadiran kita di tengah-tengah dunia ini. Tubuh itu menyangkut pikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Jadi yang dimaksud oleh Paulus dengan “mempersembahkan tubuh” di sini yaitu seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan, pokoknya seluruh kemampuan dan kegiatan kita harus dipersembahkan kepada Tuhan. Kata “mempersembahkan tubuh” berarti penyerahan secara total dalam hidup kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita tidak dapat menyisihkan sebagian untuk dipegang sendiri atau diserahkan kepada pihak lain (Bnd Kis 5:1). Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Perjanjian Lama, secara khusus di dalam kitab Imamat setiap korban yang dipersembahkan kepada Allah harus sempurna dan tidak bercacat cela. Dalam kehidupan jemaat di Roma pada waktu itu selain tubuh tidak ada kurban lain yang harus dipersembahkan, karena Allah sendiri telah menyediakan kurban yang mencegah murka-Nya yaitu Kristus. Dan kurban itu, yaitu kematian Kristus di kayu salib sudah cukup menggantikan kurban kita kepada Allah untuk selama-lamanya. Dengan kata lain persembahan kurban sembelihan tidak diperlukan lagi pada zaman sekarang ini. Di sini bukan pemberian kita yang Tuhan kehendaki, tetapi Allah menghendaki kita sendiri sebagai persembahan yang hidup. Saudara yang dikasihi Tuhan, kata “hidup” bukan berarti karena kita adalah hidup, ini bertentangan dengan hewan sebagai kurban yang dipersembahkan kepada Allah. Tetapi kata “hidup” di sini artiya “memiliki hidup yang baru” di mana hidup yang baru itu dibangkitkan oleh Roh Kudus (Rom 8:11). Dan karena hidup orang percaya hidup bagi Allah, mereka telah mati bagi dosa (6:11). Jadi persembahan yang hidup adalah penyerahan diri kita untuk menempuh kehidupan baru, yang menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa itu. Keadaan yang kedua yaitu persembahan harus “kudus,” tubuh yang kita miliki bukan lagi milik kita sendiri. Sebab mempersembahkan kurban berarti kurban itu menjadi miliki Allah. Mempersembahkan tubuh berarti tubuh itu adalah milik Allah. Kata “kudus” memiliki arti “suci” kekudusan atau kesucian bukan bahan jadi yang kita peroleh dan untuk seterusnya kita miliki. Paulus memakai kata “kudus” dalam bahasa Yunaninya yaitu hagiasmos dari akar kata hagios yang artinya “pengudusan” (Rom 6:19, 22). Di sini dituntut untuk berusaha terus-menerus untuk hidup semakin sesuai dengan kehendak Allah yang menjadi pemilik-Nya. Dengan demikian persembahan tubuh kita menjadi persembahan yang berkenan kepada Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, aplikasi bagi kita dari ayat 1 yaitu kita sebagai orang percaya kepada Yesus, harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah. Di mana dalam mempersembahkan tubuh kita, harus dilakukan secara total kepada Allah baik menyangkut pikiran, perasaan, kehendak dan perbuatan kita. Kita harus mempersembahkan tubuh kita dengan sempurna, tidak bercacat cela dihadapan Allah. Kita juga harus menempuh kehidupan yang baru yaitu menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa di dalam hidup kita. Pertanyaannya bagi kita, sudahkah kita mempersembahkan tubuh kita kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, tak bercacat cela atau kudus dan yang sempurna? Allah selalu menginginkan diri kita untuk mengabdi kepada Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan raga kita. Allah menginginkan supaya kita mengabdi kepada-Nya dengan tubuh yang sempurna, tidak bercacat cela dengan dosa. Allah menginginkan supaya kita secara total menyerahkan hidup kita kepada-Nya. Dengan demikian hal itu disebut sebagai ibadah yang sejati dihadapan Allah. Oleh karena itu di dalam hidup kita sebagai anak-anak Allah harus berusaha untuk mempersembahkan tubuh kita dengan cara mengabdi kepada Allah tanpa cacat cela dengan dosa. Saudara yang dikasihi Tuhan, dengan adanya hal ini hidup kita menjadi berkenan dihadapan Allah. 2 Korintus 5:9 berkata demikian: “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.” Kata “itu ibadahmu yang sejati” dalam bahasa Yunani logike latreia. Kata “ibadah” dalam bahasa Yunaninya latreia yang berarti “pengabdian” dapat dihubungkan dengan ibadah. Dalam bahasa Ibrani yaitu abodah artinya “ibadah.” Maka apa yang dikatakan Paulus berarti itu berasal dari Perjanjian Lama. Ibadah di sini berarti dalam arti khusus yaitu ibadah di dalam bait Allah yang tak dapat dilepaskan dari ibadah umum yaitu “ketaatan dalam seluruh kehidupan.” Dalam Perjanjian Lama, ibadah dalam bait Allah merupakan titik pusat ibadah dalam arti umum, yaitu ketaatan kepada perintah-perintah dalam arti umum yaitu ketaatan kepada perintah-perintah Tuhan dan pengabdian kepada-Nya. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru “ibadah” di dalam bait Allah tidak ada. Yang tinggal justru ketaatan dan pengabdian kita kepada Allah, itulah persembahan hidup yang kudus yang dipersembahkan orang percaya. Kata “sejati” dalam bahasa Yunaninya yaitu logikos, kata ini terdapat juga di dalam 1 Petrus 2:2, LAI menerjemahkan dengan kata “sejati.” Dalam lingkungan Helenis, kata logikos dipakai dengan arti “ibadah, persembahan yang batiniah atau rohani.” Dari sini ibadah dianggap sebagai ibadah yang sejati. Di dalam 1 Petrus 2:2 berkaitan dengan firman sehingga istilah “ibadah yang sejati” mendapat arti “ibadah yang sesuai dengan firman Tuhan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ibadah yang sejati adalah ketaatan kepada perintah-perintah Tuhan dan pengabdian diri kepada Tuhan dengan tidak bercacat cela, sesuai dengan firman Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di sini kita sebagai orang percaya kepada Allah harus taat kepada perintah-perintah Tuhan dan mengabdikan diri kepada Tuhan dengan tidak bercacat-cela di hadapan-Nya. Ibadah kita harus sesuai dengan firman Allah dan penuh dengan ketaatan kepada pribadi Allah.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat 2 berkata demikian: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Persembahan tubuh dan ibadah yang disebut di dalam ayat 1 memiliki segi negatif dan positif. Di dalam ayat 2 ini menjelaskan sisi positif dan negatif dari ibadah. Di dalam ayat 2 ini saya akan membagi menjadi beberapa bagian yaitu pertama: sisi negatif dalam ibadah yaitu “serupa dengan dunia.” Dari segi negatifnya yaitu orang percaya tidak boleh lagi membiarkan dirinya menjadi serupa dengan dunia. Dalam terjemahan hurufiah yaitu: “jangan lagi biarkan dirimu menjadi sepola dengan dunia ini.” Kata “dunia” dalam bahasa Yunaninya yaitu aion, dalam kamus besar eon artinya “masa yang sangat panjang, masa hidup dunia,” kemudian kata eon ini diartikan dengan kata “dunia,” ini dapat dibandingkan dengan 1 Korintus 1:20 dan 2:6. Dalam apokaliftik Yahudi ada dua dunia yaitu dunia yang sedang berlangung sekarang, yang dikuasai oleh dosa, kerusakan, dan kematian. Dan yang kedua yaitu dunia yang lain yaitu yang ditandai oleh kesempurnaan. Saudara yang dikasihi Tuhan, sisi positif dari ibadah yaitu berubah oleh pembaharuan budi. Kata “berubahlah oleh pembaharuan budimu” dalam terjemahan lain mengatakan: “biarlah rupamu diubah terus.” Maksud dari perubahan rupa bukan dari segi manusia secara lahiriah saja, tetapi perubahan hati, yang terwujud dalam seluruh kehidupan. Kata “oleh pembaharuan budimu” dalam bahasa Yunani yaitu nous yang diterjemahkan “budi.” Ini terdapat juga di dalam Roma 1:28; 7:23; 11:34 yang diterjemahkan dengan “pikiran atau akal budi.” Jadi yang dimaksud dengan “pembaharuan budimu” yaitu bukan hanya perubahan pikiran saja, tetapi ini menyangkut dengan perubahan hati dan tingkah laku manusia (Bnd Ams 4:23). Di dalam Roma 7:6 berkata demikian: “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” Saudara yang dikasihi Tuhan, pembaharuan hati dan tingkah laku dilakukan oleh Roh Kudus, tetapi manusia sendiri diajak untuk membaharui diri. Tujuan dari pembaharuan budi yaitu supaya dapat membedakan manakah kehendak Allah dan manakah yang bukan kehendak Allah. Kata “membedakan” dalam bahasa Yunaninya yaitu dokimazein artinya yaitu “memeriksa, menguji.” Dengan adanya arti ini, kita harus memeriksa, atau menguji manakah yang menjadi kehendak Allah dan kehendak manusia atau kehendak yang lain. Alasan kenapa harus membedakan atau menguji kehendak Allah? Yaitu pertama, dalam kehidupan sehari-hari orang yang percaya kepada Tuhan diperhadapkan dengan berbagai keadaan. Dengan adanya hal ini, kita seringkali sulit untuk menentukan hidup kita. Dalam semuanya itu diperlukan pertimbangan secara matang dalam mengambil keputusan, manakah yang menjadi kehendak Allah. Hal ini tentunya tidak diarahkan kepada pendeta atau penatua, sinode atau uskup yang harus menentukan kehendak Allah, tetapi semua anggota jemaat harus mencari kehendak Allah dalam hidupnya. Saudara yang dikasihi Tuhan, yang ketiga yaitu isi dari kehendak Allah adalah “apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Melakukan kehendak Allah berarti “melakukan apa yang baik.” Galatia 6:10 berkata demikian: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” 1 Tesalonika 5:15 berkata demikian: “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang. Yang dimaksud dengan melakukan apa yang baik di sini yaitu menolong orang yang sedang membutuhkan sesuatu, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, dan menjauhi kejahatan. Sedangkan istilah “yang sempurna” yaitu menunjuk kepada Markus 12:30 berkata demikian: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Saudara yang dikasihi Tuhan, dari ayat dua ini, aplikasinya bagi kita yaitu kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan tidak boleh serupa atau sepola dengan dunia ini. Kita memang hidup di dunia, tetapi hidup kita tidak boleh dipengaruhi oleh dunia, tetapi kita harus menjadi atau membawa pengaruh bagi dunia ini. Kita sebagai orang percaya harus berubah oleh pembaharuan budi kita. Perubahan ini tidak hanya secara lahiriah saja, tetapi secara batiniah yaitu termasuk hati kita dalam seluruh kehidupan. Kita sebagai orang percaya kepada Tuhan harus memperbaharui hidup kita secara terus-menerus. Tujuannya yaitu supaya kita sebagai orang percaya dapat membedakan, menguji, memeriksa, manakah yang menjadi kehendak Allah? Apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan manakah yang bukan kehendak Allah? Tuhan memberkati Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar