Senin, 24 November 2008

Belajar Firman Allah

Program: BELAJAR FIRMAN ALLAH
Firman Tuhan: Mazmur 73:1–28
Oleh: JAJANG SUKARJO, S.Th
=====================
Tema: PERGUMULAN DAN PENGHARAPAN


Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus, di manapun berada, kehidupan manusia didunia tidak akan bebas dari persoalan. Persoalan dan masalah adalah hal yang wajar atau yang lumrah dialami oleh setiap manusia. Maka sesungguhnya jika seseorang bergumul dengan sesuatu, entah itu berat atau ringan, sesungguhnya dapat dipastikan semua orang juga pernah, sedang atau akan mengalami masalah, walaupun dalam format dan kadar yang berbeda, namun intinya semua orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Tetapi memang tidak semua orang sama dalam memberi reaksi. Ada orang yang ketika menghadapi masalah malah lari dari masalah, ada yang putus asa dan akhirnya bunuh diri, ada pula yang bertahan dan tetap berjuang. Hari kita akan mempelajari bersama teks firman Tuhan yang akan mengajarkan kepada kita, sikap yang bagaimana yang seharuskan kita lakukan ketika persoalan datang menghadang. Tema kita kali ini PERGUMULAN DAN PENGHARAPAN, yang tercatat dalam Maz. 73:1–28. Di dalam teks kita kali ini kita akan melihat dan belajar dari pengalaman seorang anak Tuhan, dari keteguhan hatinya dan juga dari kegagalannya agar kita tidak mengulang hal yang sama. Ia adalah Asaf, seorang pelayan Tuhan, keturunan Lewi, yang melayani di rumah Tuhan. Dia tahu dan menyadari bahwa Allah itu baik terhadap umat pilihan-Nya, Israel. Ay.1: sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. Tetapi Asaf kali ini dididik Tuhan untuk melihat kebaikan Tuhan justru dalam hal atau keadaan yang berbeda total dengan yang dia pikirkan. Karena Tuhan menginginkan dia untuk memuji Tuhan dan kebaikan Tuhan dalam situasi yang sulit, sehingga dia bertumbuh dewasa dalam iman kepadaNya. Sementara Asaf mengagungkan kebaikan Tuhan, sekonyong-konyong matanya diarahkan kepada situasi sekitarnya, dimana dia akhirnya menemukan hal yang bertolak belakang dengan pujiannya kepada Tuhan. Ay. 3–12: “Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaiankan kekerasan. Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. Dan mereka berkata: “bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?” Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya!

Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang disaksikan oleh Asaf ini adalah satu situasi yang sungguh memprihatinkan dimana orang jahat hidup makmur, sehat, gemuk dengan segala tipu muslihatnya, mereka telah berhasil memperdaya manusia sekitarnya dan membuat orang-orang datang memohon pertolongan atau belas kasihan, karena mereka telah menjadikan diri mereka sandaran dan jawaban bagi orang lain hanya dengan tipu muslihat dan kejahatan hati mereka, bahkan ironisnya dan sangat tidak masuk di akal kejahatan orang fasik ini, mereka berani menentang Yang Mahatinggi, Pencipta mereka, bahkan mereka melecehkan dan menghina Allah Sumber Hidup mereka dengan mengatakan bahwa TUHAN Allah tidak tahu apa-apa, karena tidak ada pengetahuan pada Yang Mahatinggi. Sungguh tragis memang kejahatan manusia berdosa yang sombong dengan kejahatan mereka ini. Asaf yang menyaksikan hal ini menjadi kecewa, pahit dan sakit hatinya. Dan kekecewaan Asaf ini memang wajar sebagai seorang manusia, karena melihat ketidakadilan dan kepincangan yang terjadi saat itu. Namun Kekecewaan yang berakibat buruk bagi dirinya ini menjadi tidak wajar lagi karena ia adalah seorang pelayan di rumah Tuhan, yang mengerti firman Tuhan dan paling tidak dia mengenal siapa Tuhan yang dia sembah, yang adalah TUHAN Yang Maha Adil. Mengapa kekecewaannya ini menjadi tidak wajar bagi seorang Asaf yang telah mengenal Tuhan? Karena kekecewaannya ini akhirnya membawa dia pada tindakan yang bodoh dan berakibat fatal. Hal ini dapat kita lihat dalam ay. 2,3,13,14 yang berbunyi: “Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir, sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi.” Apa yang kita bisa pahami dari ayat ini? Asaf kecewa pada diri sendiri, pada keadaan dirinya sendiri; cemburu pada kejahatan hati dan tipu muslihat orang fasik, yang notabene tidak pantas untuk dicemburui karena mereka melakukan kejahatan dalam kebodohan dan kekerasan hati mereka, mengapa harus cemburu dengan dosa orang lain sehingga kitapun ingin berdosa atau jahat seperti mereka; Asaf juga kecewa pada TUHAN dimana dia nyaris kehilangan imannya kepada TUHAN dan bahkan dia menyesal telah menjaga hatinya bersih atau menyesal telah menjaga kesucian hatinya. Apa artinya? Jika kita bandingkan dengan Mat. 5:8 tentang khotbah Yesus di bukit, berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Maka artinya Asaf menyesal telah memandang kepada Tuhan dan dia menyesal bahwa kesucian hatinya akan membawa dia melihat Allah dalam kemuliaanNya kelak. Dia juga bahkan menyesal telah beribadah kepada Tuhan dan menyembah Allah yang benar. Tragis sekali akibat yang dialami Asaf ketika dia telah mengalihkan fokus pandangannya yang semula berpusat kepada Allah, namun tatkala matanya tidak lagi kepada Tuhan, tetapi kepada situasi sekelilingnya, maka inilah akibatnya. Lihatlah betapa dalamnya akibat dari kejatuhan yang terjadi tatkala kita mulai melihat sekeliling kita, dan ke dalam diri kita serta mulai berhenti memandang ke Atas yakni TUHAN.

Saudara yang dikasihi Tuhan, mengapa dikatakan tragis? Karena rasa cemburu kita kepada “kemakmuran orang fasik” yang membuat kita kecewa kepada diri sendiri dan Tuhan apalagi, akan membawa kita pada reaksi atau response Allah yang sangat tajam dan tegas. Hal ini semakin nyata jika kita perbandingkan dengan Maleakhi 3:13–14: “Bicaramu kurang ajar tentang Aku , firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Apakah kami bicarakan di antara kami tentang Engkau?” Kamu berkata: “Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam? Karena itu para pendengarku,…… jika kita berpikir bahwa beribadah kepada Allah, menyembah Dia, hidup takut akan Dia adalah hal yang sia-sia, maka sesungguhnya kita adalah orang-orang yang kurangajar di mata Juruselamat kita. Akibat kekecewaan pada diri sendiri dan TUHAN, maka logika dan hati nurani yang murni sudah tidak bisa bekerja lagi dengan baik, karena semuanya pasti akan memberi kesan buruk dan jelek. Hal ini terlihat ketika Asaf mulai merencanakan hal yang jahat dan menjijikkan sebagai seorang pelayan Tuhan, yakni seperti yang tertulis dalam ayat 15 yang berbunyi: seandainya aku berkata: “Aku mau berkata-kata seperti itu,” maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. Apa yang ingin Asaf katakan? Yakni tentang kesia-siaan beribadan dan hidup takut akan Allah. Tentu kita bisa membayangkan betapa fatalnya hal ini jika sampai diperdengarkan kepada remaja-remaja dan kaum muda. Jika seorang pelayan Tuhan, yang setiap harinya hidup di rumah Tuhan, berpendapat bahwa semua itu sia-sia belaka, bagaimana mungkin angkatan yang muda dan yang masih labil ini tidak akan terpengaruh. Dan tentu kita akan tahu ending atau akhir dari semua ini, yakni kehancuran atau kehilangan generasi yang hidup takut akan Tuhan, hanya karena sikap bodoh dan terburu-buru seorang pelayan Tuhan. Tetapi luar biasa apa yang Tuhan mau kerjakan bagi Asaf, betapa Tuhan mengasihi dia dan menjaga serta melindungi dia dari tindakan yang bodoh dan fatal itu, yakni semua itu hanya Tuhan izinkan ada dalam pikirannya tapi tidak Tuhan izinkan keluar dari mulutnya sehingga meracuni dan mencemari pikiran dan hidup angkatan yang lebih muda. Puji TUHAN! Setelah lepas dari tindakan yang bodoh dan fatal, sekarang Asaf berusaha untuk mengerti atau mengetahui kebenaran atau keadilan Allah bagi dia dan bangsanya. Ay.16: “tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku.” Tindakan Asaf untuk mencoba mengerti apa yang Tuhan ijinkan terjadi ini juga gagal, dia tidak mampu memandang atau melihat apa yang sedang Tuhan ijinkan terjadi, karena dia mencoba mengerti dengan pemahaman dan pengertiannya sendiri, tanpa melibatkan atau mengijinkan Tuhan membuka pemahamannya. Pergumulan untuk mengerti apa maksud Tuhan ini dia alami, hingga sampai pada satu titik dimana dia merendahkan dirinya di hadapan TUHAN, dibawah tangan TUHAN yang kuat dan perkasa, dan dia merendahkan hatinya untuk bertanya kepada Allahnya, di rumah Allah Yang Maha Kudus, ay.17: “sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah dan memperhatikan kesudahan mereka.” Dari teks ini kita melihat bagaimana Tuhan membimbing dia untuk masuk hadirat Tuhan untuk menemukan jawaban dan jalan keluarnya. Dan lihatlah apa yang Tuhan bukakan bagi Asaf, apa yang Tuhan beritahukan kepadanya, sesuatu yang sangat luarbiasa. Ay. 18–20: “Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina.” Apa yang Tuhan beritahukan kepada mereka adalah sesuatu yang sangat mengejutkan Asaf. Dia tidak pernah membayangkan betapa pedulinya Tuhan atas manusia, dan betapa Tuhan jijik melihat dosa dan harus menghukum manusia berdosa karena keadilan dan kebenaranNya. Sesungguhnya keadilan Tuhan begitu nyata dan sempurna, Dia menghajar orang fasik yang menghina DiriNya. Dan hal ini perlu untuk diketahui oleh Asaf, supaya dia tidak terus menerus menggerutu, kecewa dan meninggalkan Tuhannya.

Saudara yang dikasihi Tuhan, di manapun berada, ketika Asaf mengetahui hal ini, dia merasa sangat malu pada TUHAN dan pada dirinya sendiri. Bahkan rasa malu itu begitu memedihkan hatinya, membuat hatinya pahit. Dia begitu menderita karena dia telah berpikir yang salah tentang Tuhan dan merancangkan hal yang jahat karena tindakan orang fasik itu. Penyesalan yang dalam membawa dia pada sikap hati yang benar, tahu diri dan rendah hati dihadapan Tuhan sehingga dia mengakui dosanya di hadapan Penciptanya. Ay. 21–23: “Ketika hatiku merasa pahit, dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. Tetapi aku tetap di dekatMu; Engkau memegang tangan kananku.” Asaf merasa dirinya seperti seekor hewan atau binatang liar ketika berhadapan dengan Allah dan kebenaranNya. Tetapi dia berketetapan untuk tetap berada di dekat TUHANnya. Satu sikap yang sangat gentle dan luarbiasa, kerendahan hati sebagai seorang manusia dan pelayan Tuhan membuat dia tidak malu untuk mengakui Keagungan dan kemuliaan Allah tatkala bertemu dengan kehinaan manusiawinya. Sungguh merupakan satu sikap atau teladan yang sangat patut untuk kita teladani dalam kehidupan kita pada masa kini.

Saudara, ketika berhadapan dengan tindakan Asaf yang bodoh dan kurang ajar Allah memberikan respon yang tajam dan mendidik dia, maka tatkala berhadapan dengan sikap Asaf yang rendah hati dan pasrah penuh diserta kepercayaan kepada Tuhan, maka Tuhanpun menunjukkan responnya, yakni memulihkan hambanya dan meninggikan serta memuliakan orang yang rendah hatinya, ay.24: “Dengan nasihatMu Engkau menuntun aku, dan kemudian engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.” Untuk semuanya ini Asaf memuji Tuhan, suatu pujian yang tidak kosong, namun puji-pujian yang lahir karena pengalaman hidup yang berat namun penuh kemenangan bersama Tuhan. Satu pujian yang sarat makna dan sangat memberkati banyak orang karena lahir bukan dari kepura-puraan, namun dari pergulatan hidup yang melahirkan kemurnian hati dan iman kepada Tuhan dan kasih bagi sesamanya. Ay. 25–28: “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dna bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh daripada-Mu akan binasa; Kaubinasakan semua orang, yang berzinah dengan meninggalkan Engkau. Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya dapat menceritakan segala pekerjaanNya.”

Para pendengar, inilah perbedan hidup yang ditunjukkan oleh Asaf untuk kita teladani, bahwa seorang anak Tuhan itu dapat saja jatuh dalam pemahaman yang salah tentang Tuhan akibat beratnya tekanan hidup, namun kasih Tuhan akan menjangkau dia kembali kepada kebenaranNya. Betapa pahitnya situasi hidup orang Israel dan Asaf saat itu, namun betapa indah akhir yang dikerjakan Tuhan bagi mereka yang tetap taat dan percaya kepadaNya. Ada satu pujian yang sangat menyentuh hati namun yang membangkitkan kembali kepercayaan kepada Tuhan di tengah-tengah penderitaan. Lirik dari pujian yang diangkat dari salah satu Mazmur itu sbb:
Siang malam airmata menjadi makananku,
karena orang menghujatku,
Hai di mana Allahmu!
Dan teringatlah terang, hausku tiada terperi
Bilakah tiba waktu
Melihat Hu Allahku
Jika Asaf telah melewati masa-masa yang paling sulit dalam hidupnya dan dia berhasil menang dan memuliakan TUHANnya, bagaimana dengan kita yang hidup saat ini? Adakah pengharapan dalam hati kita, tatkala kita berhadapan dengan pergumulan hidup yang menghimpit kita? Juruselamat kita yang mampu melakukan semua itu di masa lalu, adalah Tuhan yang sama yang akan melakukannya bagi kita. Tentunya jika kita percaya pada firmannya dan sedia taat kepadanya sampai akhir. Yesus Kristus tetap sama kemarin, hari ini dan sampai selamanya. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar